Deng Ile: Huru-hara sosial media dan sesuatu yang disebut filter bubble

Oktober 15, 2017

Huru-hara sosial media dan sesuatu yang disebut filter bubble


Pernah sekali waktu seorang teman bercerita lepas mengenai obrolan rekannya di sebuah ruang chat berkelompok. Sekali waktu katanya ada teman yang mengeluh soal artikel yang ia baca di Internet. Artikel tersebut adalah artikel islami namun iklan yang tampil di artikel tersebut sama sekali jauh dari kata islami (Sebut Saja Iklan Obat Ini-itu dan Semacamnya), dengan kesal dia curcol di group chat tadi. Tak lama berselang akhirnya dia dapat penjelasan bahwa itu bukan karena sengaja diatur di artikel tersebut namun iklan itu muncul gegara "Si Pembaca" tadi memang mungkin sebelumnya sering mencari hal berhubungan dengan iklan tersebut.

Mungkin ada dari kita yang sering bertanya kenapa iklan yang sering kita dapati di internet itu dominan ini atau itu. Jawabannya adalah karena kita memang telah dikotak-kotakkan oleh algoritma dan advertiser memang menerapkan pembacaan aktifitas pengguna seperti cookies, bookmark, riwayat, pencarian dan lain-lainnya agar iklan mereka lebih tertarget.

Ada orang yang merasa dikejar-kejar kemudian kesal namun yah sebagian juga merasa acuh akan hal seperti ini. Namun tahukan bahwa ini sebenarnya lagi ramai juga dibincangkan, sebut saja ini bagian kecil dari The Filter Bubble.
Screenshot Google Analytics: Contoh bagaimana google telah mengelompokkan pengguna yang mengakses blog ini berdasarkan ketertarikan mereka. Artinya selain data ini berguna bagi saya, namun secara tidak langsung kan google telah mengetahui apa yang pengguna sukai di internet kemudian mengkotak-kotakkannya bukan.
Beda mesin pencari beda pula sosial media, namun keduanya asal tahu sama-sama menggunakan algoritma. Sebut saja google menggunakan algoritma untuk memudahkan user mendapatkan konten yang relevan dengan apa yang ia cari, dan sosial media menggunakan algoritma dengan cara memetakan aktifitas pengguna di dalamnya. Semisal membuat rekomendasi pertemanan, halaman, dan iklan berdasarkan apa yang kita sukai. Menurut saya itu juga bagian dari apa yang disebut The Filter Bubble.

Namun sepertinya bukan hanya aktifitas saya dalam sosial media tersebut, contoh kecil facebook. Saya bahkan yakin facebook tidak hanya merekam aktifitas login saya di ruang facebook namun juga merekam data apa yang saya cari di tab lain ketika facebook saya aktif. Beberapa bulan terakhir saya lebih sering membaca artikel tirto.id dan karena tuntutan pekerjaan saya sering menggunakan jasa freepik.com untuk mendapatakan stok grafis untuk diolah kembali dan jreng lihat apa yang terjadi di rekomendasi iklan facebook milikku.

Halaman yang disarankan di beranda facebook saya. Tirto.id dan Freepik.com. Ini memang sangat relevan dengan aktifitas saya akhir-akhir ini dimana banyak membuka kedua situs tersebut namun seingatku dan setelah mengecek kembali log aktifitas facebook bahkan akhir-akhir ini tidak ada sama sekali konten yang menyerupai hal diatas yang saya like, komentari dan sebagainya yang artinya, facebook juga mengumpulkan informasi apa yang saya lakukan diluar facebook ketika akun saya aktif, Sepertinya begitulah algoritma facebook bekerja.
 Lalu, apa itu Filter Bubble?

Filter Bubble merupakan istilah yang disebutkan oleh Eli Pariser dalam bukunya (The Filter Bubble: What the Internet Is Hiding from You), yang merupakan istilah untuk hasil pencarian/penelusuran anda di Sosial Media dan atau di Mesin Pencari. Filter bubble dianggap sebagai refleksi sebuah individu di internet, karena secara tidak sengaja kita telah melakukan personifikasi apa yang kita cari dan apa yang kita suka dan tidak sukai sehingga terjadi polarisasi tertentu di ruang internet kita.

Eli Pariser: Meskipun sosial media pada kenyataannya sekadar ingin menyenangkan pengguna dengan menampilkan apa-apa yang pengguna sukai akan tetapi secara tidak sengaja mengisolasi pengetahuan mereka kedalam filter bubble itu sendiri.
Jadi kurang lebih, filter bubble sebenarnya merupakan efek dari penggunaan algoritma pada sebuah sistem seperti facebook atau google. Sebagaimana kita tahu bahwa algoritma di platform besar tadi tidak dipublikasikan, tentu saja. Hanya segelintir orang yang tahu jelas bagaimana algoritma tersebut bekerja. Namun meskipun kita tak bisa mengetahui secara utuh, beberapa percobaan tentunya bisa kita lakukan untuk menarik batasan tersendiri mengenai algoritma tersebut seperti riset-riset kecil yang kerap dilakukan para pekerja SEO atau Internet Marketer.

Bagaimana Cara Kerja Algoritma hingga menghasilkan Filter Bubble?

Secara umum Algoritma bekerja dengan cara mengingat aktifitas di tiap-tiap sesi login/sesi aktif mesin yang sering anda pakai ber-internet kemudian memetakan konten yang anda sukai, komentari dan siapa saja yang sering berinteraksi dengan anda lalu data tersebut kemudian digunakan untuk menentukan konten yang mungkin anda suka atau memiliki relevansi kuat dengan ketertarikan anda yang kemudian akan ditampilkan di ruang internet anda.


Sederhananya bisa jadi seperti ini - Jika Si A menyukai Apel maka Si A akan dibuat melihat banyak Apel. Hal ini terlihat sangat kontras berlaku di ruang internet seperti Facebook, ketika kita seringkali menyukai status tertentu, maka selanjutnya akan ada konten/status menyerupai hal tersebut yang muncul pada timeline kita karena tak mungkin juga facebook menampilkan semua status/konten dari ribuan teman anda disana bukan?

Apa kemungkinan dampak buruk dari Filter Bubble?

Banyak yang telah mengira-ngira dampak buruk dari Filter Bubble ini, seperti Filter Bubble mampu menciderai demokrasi, mengisolasi pengetahuan bukan hanya seseorang tapi dengan skala besar karena kurang lebih mampu menciptakan komunitas/ekosistem tertentu dengan individu yang memiliki sudut pandang sama.

Namun dampak yang dimaksudkan akhir-akhir ini kemudian dikerucut mejadi pertanyaan, How Internet can affect your political views? Sejauh ini saya belum tahu apakah iya hal ini mampu terjadi atau tidak tapi sepertinya iya. Ekhmm... Coba tulis di google, Mark For President :) dengan gagah sudah berseliweran berita dan isu akan majunya Mark menjadi penguasa negara adidaya kedepannya. Tak ada salahnya memang, tapi bagaimana jika apa yang banyak orang takutkan terjadi. Mark bisa saja menggunakan algoritma facebook-nya menjadi alat pembentuk opini dan propaganda yang amat massif bukan.

Bukan sekadar itu, bisa jadi Filter Bubble yang kita rasakan saat ini merupakan upaya reintegrasi sosial yang disusun rapi oleh suatu kelompok tertentu. Pada hari ini telah terjadi perubahan pandangan terhadap beberapa norma contoh bagaimana orang banyak memandang LGBT atau Feminisme Radikal, pandangan terhadap batasan benar dan salah. Akan sangat miris jika memang benar ada upaya pembentukan dunia baru, siapa yang tahu dunia macam apa itu. Soekanto mengatakan, untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat, modal sosial dan membangun kohesi sosial dibutuhkan butuh waktu lama dan proses yang cukup sulit.

dan sebagai penutup, Bill Gates pada Quartz 2017 mengatakan:

(Technologies such as social media) lets you go off with like-minded people, so you're not mixing and sharing and understanding other points of view ... It's super important. It's turned out to be more of a problem than I, or many others, would have expected. 

Wasalam.

*Saya tidak bertanggung jawab dengan iklan yang tampil di bawah :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post a Comment