Deng Ile: Pulau Cambang-Cambang Pangkep

September 28, 2015

Pulau Cambang-Cambang Pangkep


“Kita 80 pulaunya di Pangke’, kalau yang disana itu sabutung.” ~ Ambo'

Dengan Bahasa yang kurang teratur dan terkesan asal, Ambo’ Berusaha menjelaskan keadaan di sini. Sore itu saya sudah berada di pulau yang dulunya digelari Nirmala. Ambo’ begitu kami menyapanya, seorang lelaki tua yang berjualan air bersih di pulau Cambang-Cambang.

Langit sore itu merona merah ditinggal sang surya, Pulau Cambang-cambang seolah ingin tenggelam di penghujung senja. Kepulan asap dari mulut kami bersambut deru angin pantai, berdiri di bibir pantai bercerita lepas. Saya dan Ambo sore itu.
Senja dari sisi barat Pulau Cambang-cambang, tampak Pulau Sabutung.
Pulau cambang-cambang merupakan pulau buatan, dulunya hanya ada satu pohon asam di sini, "Itumi kenapa dikasih nama Cambang-Cambang",  jelas Ambo. Namun oleh Pemerintah Kabupaten Pangkep lokasi ini kemudian dimodifikasi sedemikian rupa sehingga kini luasnya sudah sekira 3 lapangan Bola. Ada kolam pemancingan ikan dibuat di tengah pulau, tanah hasil kerukannya kemudian dibawah ke tepi dan dijadikan tanggul penahan ombak. Ambo’ dengan dialek khas Pangkep-nya santai bercerita mengenai sejarah pulau ini.

Jejeran penginapan yang bisa dinikmati cuma-cuma di Pulau Cambang-Cambang.
Pangkep atau Pangkajene Kepulauan adalah kabupaten yang terletak di utara kota Maros, dari Kota Makassar bisa ditempuh hanya dalam waktu sejam perjalanan dengan kendaraan roda dua. Kami beruntung, seorang kawan kebetulan keluarga dengan Bupati Pangkep dan Alhasil tak ada biaya penginapan yang harus kami sisihkan. Sebuah Villa berbentuk kapal dengan kamar setara hotel berbintang tiga menjadi jackpot hari ini. Jarang-jarang nih trip dengan fasilitas seperti ini.

Malam semakin larut bersambut gemintang membias mengisi ruang cakrawala. Jejeran ikan yang kami beli dari pasar sebelum menyeberang ke sini menjadi sajian santapan malam ini. Cerita menjadi panjang setelah makan usai di pendopo kecil yang bisa kami pakai Cuma-Cuma di bibir pantai. Alam serta malam yang panjang disini cukup mengobati penat yang tertampung lama di kota.

Menikmati cemilan bersama Ambo' di teras villa sebelum pulang.
Ambo’ si tua renta penjual air bersih menjadi sosok yang patut diingat kali ini, cerita dan pengalaman yang ia bagikan sudah sangat cukup untuk disambut rasa terima kasih yang mendalam. Semoga tuhan melancarkan rejekinya, Amin.

Lain kali, kalau tuhan memberi ijin mungkin kita akan bersua kembali. Ku jabat erat tangannya sambil pamit pergi di pagi itu.

6 komentar:

  1. kak harga villa nya permalam berapa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. aduh maaf saat kurang tahu juga, saya dlu pakai villa milik om.nya teman dan gratis.. :) katanya semua villa disana bisa dipakai dengan ketentuan bayar retribusi untuk kebersihan, kalo jumlahnya pembayaran itu tergantung dealnya berapa sama penjaganya.

      Hapus
  2. ukuran villanya kirakira berapa kak? muat berapa orang?

    BalasHapus
  3. keren tawwa pulaunya di?
    sayang penulisannya banyak kesalahan penempatan "di" #eh

    x)))

    maafkan saya Kisanak

    BalasHapus
    Balasan
    1. siyap om dg ipul.. #noted akan diingat kedepannya :)))

      Hapus

Post a Comment